Pengertian Gender : Sejarah, Peran, Dampak dan Kesetaraannya

Pengertian Gender – Pemahaman masyarakat mengenai gender saat ini ternyata masih belum sepenuhnya benar. Hal ini diketahui ketika melakukan pekerjaan sosialisasi Gender baik di tingkat Kecamatan maupun Desa.

Banyak peserta sosialisasi yang memandang bahwa gender tersebut identik dengan wanita bahkan terdapat yang berasumsi bahwa gender tersebut sama dengan jenis kelamin.

Oleh karena itu masih dibutuhkan upaya untuk meluruskan pemahaman masyarakat tentang makna gender yang sebenarnya. Simak artikelnya dibawah ini . . enjoy.

Pengertian Gender

Gender berasal dari bahasa Latin, yakni “genus”, berarti tipe atau jenis. Gender merupakan sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan wanita yang disusun secara sosial maupun budaya. Karena disusun oleh sosial dan kebiasaan setempat, maka gender tidak berlaku selamanya tergantung untuk waktu (tren) dan tempatnya.

Gender ditentukan oleh sosial dan kebiasaan setempat sementara seks ialah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Dari definisi tersebut diatas bisa ditarik benang merah bahwa gender merupakan:

Seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki laki dan perempuan dampak bentukan kebiasaan atau lingkungana masyarakat lokasi manusia tersebut tumbuh dan dibesarkan.

Berdasarkan keterangan dari World Health Organization (WHO), gender ialah sifat wanita dan laki-laki, laksana norma, peran, dan hubungan antara kumpulan pria dan wanita, yang dikonstruksi secara sosial.

Gender dapat bertolak belakang antara satu kumpulan masyarakat dengan masyarakat lainnya, serta bisa berubah tidak jarang waktu.

Dari definisi gender di atas, gender ialah sesuatu yang terbentuk secara sosial dan bukan dari format tubuh laki-laki maupun perempuan. Gender ingin merujuk pada peran sosial dan kebiasaan dari wanita dan laki-laki dalam masyarakat tertentu.

Dalam konsep gender, ada istilah yang dinamakan dengan identitas gender dan ekspresi gender. Identitas gender ialah cara pandang seseorang dalam menyaksikan dirinya, entah sebagai wanita atau laki-laki.

Sedangkan ekspresi gender ialah cara seseorang mengekspresikan gendernya (manifestasi), melalui teknik berpakaian, potongan rambut, suara, sampai perilaku.

Gender lazimnya dideskripsikan dengan feminim dan maskulin. Anda barangkali diajarkan bahwa laki-laki mesti perkasa, kuat, dan jangan cengeng. Sementara itu, perempuan ingin diajarkan untuk mempunyai sifat lemah lembut dan keibuan.

Sifat ini dapat dipertukarkan, bahwa laki-laki boleh mempunyai sifat lembut, dan perempuan mempunyai sifat tegas. Peran gender dan stereotip gender juga mempunyai sifat sangat cair dan bisa berubah dari masa-masa ke waktu.

Sejarah Perkembangan Konsep Gender

Sejarah perkembangan konsep gender mencakup perjalanan panjang dalam penentuan peran dan identitas sosial laki-laki dan perempuan di berbagai masyarakat.

Pemahaman terhadap gender tidak hanya berfokus pada perbedaan biologis, tetapi juga melibatkan unsur-unsur sosial, kultural, dan psikologis. Berikut adalah gambaran umum perkembangan konsep gender sepanjang sejarah:

1. Pra-Sejarah

  • Pada masa pra-sejarah, peran gender sering kali ditentukan oleh perbedaan fisik dan kebutuhan praktis dalam kelompok berburu dan pengumpulan makanan.
  • Meskipun peran gender mungkin belum sepenuhnya terdefinisikan, tetapi masyarakat kuno sering menggantungkan peran spesifik pada jenis kelamin biologis.

2. Peradaban Kuno

  • Seiring munculnya peradaban kuno seperti Mesir, Yunani, dan Romawi, peran gender mulai dibedakan dalam struktur sosial dan hukum.
  • Masyarakat ini cenderung menghargai dan menempatkan nilai tinggi pada konsep maskulinitas, sementara perempuan sering kali ditempatkan di peran domestik.

3. Abad Pertengahan

  • Masa Abad Pertengahan ditandai oleh pengaruh besar Gereja Katolik yang memainkan peran penting dalam membentuk pandangan terhadap peran gender.
  • Idealisasi peran perempuan sebagai ibu dan pengasuh keluarga semakin menguat.

4. Renaisans dan Pencerahan

  • Periode Renaisans melihat munculnya gagasan-gagasan baru tentang individu dan manusia secara keseluruhan.
  • Pencerahan menghasilkan perubahan dalam pemikiran tentang hak asasi manusia, namun peran gender masih sering kali terbatas pada batasan-batasan tradisional.

5. Abolisi Perbudakan dan Gerakan Hak Asasi Manusia

  • Abad ke-19 menyaksikan pergerakan abolisi perbudakan dan berkembangnya gerakan hak asasi manusia.
  • Meskipun fokus utamanya mungkin bukan pada gender, beberapa aktivis seperti Elizabeth Cady Stanton di Amerika Serikat mulai menyoroti ketidaksetaraan gender.

6. Abad ke-20

  • Perang Dunia I dan II membawa perubahan besar dalam peran gender karena perempuan di banyak negara mulai bekerja di sektor-sektor yang sebelumnya dianggap sebagai domain laki-laki.
  • Gerakan feminis pada tahun 1960-an dan 1970-an menjadi katalisator utama untuk perubahan signifikan dalam pandangan masyarakat terhadap gender.

7. Abad ke-21

  • Perkembangan teknologi dan globalisasi telah membuka peluang baru, tetapi tantangan ketidaksetaraan gender masih ada.
  • Isu-isu seperti kesenjangan upah, kekerasan terhadap perempuan, dan hak reproduksi menjadi fokus perhatian global.

Perkembangan konsep gender adalah proses dinamis yang terus berkembang seiring waktu. Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, tantangan dalam mencapai kesetaraan gender tetap ada, dan perjuangan untuk mencapainya terus berlanjut di berbagai belahan dunia.

Perubahan ini mencerminkan evolusi nilai-nilai sosial dan tuntutan masyarakat untuk menghormati dan memberikan hak yang sama kepada semua individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka.

Peran Gender dalam Masyarakat

Peran gender dalam masyarakat mencakup norma-norma, harapan, dan tanggung jawab tertentu yang diterapkan pada individu berdasarkan jenis kelamin mereka.

Konsep ini melibatkan cara masyarakat mengorganisir dan mengatribusikan peran dan tanggung jawab yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan.

Meskipun peran gender bervariasi di seluruh budaya dan sepanjang waktu, beberapa tema dan isu utama terus hadir dalam pemahaman peran gender dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa aspek peran gender yang dapat diamati:

1. Peran dalam Keluarga

  • Tradisionalnya, peran perempuan dalam keluarga sering kali terkait dengan tugas-tugas domestik seperti merawat anak, memasak, dan membersihkan rumah.
  • Laki-laki sering diharapkan memainkan peran sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga.
  • Perkembangan ini telah berubah seiring waktu, terutama dengan munculnya konsep keluarga modern di mana tanggung jawab domestik dan ekonomi lebih terbagi secara merata.

2. Pendidikan dan Karier

  • Historisnya, beberapa masyarakat memiliki pandangan bahwa pendidikan dan karier adalah domain laki-laki.
  • Meskipun telah terjadi peningkatan akses perempuan ke pendidikan dan peluang karier, beberapa sektor masih didominasi oleh satu jenis kelamin, dan kesenjangan gaji seringkali masih ada.

3. Partisipasi Politik

  • Tradisionalnya, partisipasi politik sering dianggap sebagai prerogatif laki-laki, dan perempuan mungkin tidak memiliki hak pilih atau terbatas dalam peran politik.
  • Meskipun situasinya telah membaik di banyak negara, representasi perempuan di tingkat politik seringkali masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.

4. Kesehatan dan Hak Reproduksi

  • Isu-isu kesehatan dan hak reproduksi sering kali berkaitan erat dengan peran gender.
  • Perempuan dapat menghadapi tekanan dan stigmatisasi terkait dengan kehamilan, aborsi, dan kontrasepsi, sementara laki-laki mungkin menghadapi harapan tertentu dalam hal tanggung jawab terkait kesehatan reproduksi.

5. Kekerasan Terhadap Gender

  • Kekerasan terhadap gender, termasuk pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga, seringkali merupakan hasil dari norma-norma dan peran gender yang tidak seimbang.
  • Banyak perjuangan hak asasi manusia dan feminis berfokus pada memberantas kekerasan gender dan memberikan perlindungan kepada korban.

6. Media dan Budaya Populer

  • Media seringkali menciptakan dan memperkuat stereotip gender melalui representasi dan narasi yang mereka pilih.
  • Peran gender dalam media dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan serta memberikan kontribusi pada pembentukan norma sosial.

7. Isu LGBT+

  • Peran gender juga mencakup pengalaman individu yang tidak sepenuhnya sesuai dengan norma-norma biner laki-laki dan perempuan.
  • Isu-isu seperti diskriminasi terhadap orang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT+) melibatkan peran gender dalam masyarakat.

Penting untuk diingat bahwa peran gender bersifat dinamis dan dapat berubah seiring waktu sejalan dengan perkembangan masyarakat dan perubahan nilai-nilai.

Upaya untuk merangsang perubahan positif dalam peran gender melibatkan pendidikan, kesadaran, dan dukungan terhadap kesetaraan gender di semua aspek kehidupan.

Dampak Stereotip Gender

Stereotip gender dapat menghasilkan dampak negatif terhadap perkembangan individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Perempuan mungkin merasa terbatas dalam memilih karir tertentu atau merasa tertekan oleh harapan sosial tertentu.

Laki-laki juga dapat merasa terkekang oleh ekspektasi yang mengharuskan mereka menahan emosi atau mencapai standar maskulinitas tertentu.

Perjuangan Menuju Kesetaraan Gender

Banyak gerakan dan organisasi telah muncul untuk melawan ketidaksetaraan gender dan mendorong kesetaraan hak dan peluang bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka.

Inisiatif ini termasuk kampanye untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, mendukung hak-hak reproduksi, dan memerangi diskriminasi gender di tempat kerja.

Perbedaan Gender dan Seks

Dari keterangan di atas, dapat kita lihat letak perbedaan gender dan seks, tetapi dapat juga anda lihat keterikatan antar keduanya. Keduanya mempunyai hubungan dengan jenis kelamin. Akan tetapi, seks mempunyai sifat mutlak, sedangkan gender ingin tidak.

Seks yaitu perbedaan biologis seorang laki-laki dan wanita yang telah dibawa semenjak lahir. Sedangkan, gender ialah karakteristik laki-laki dan wanita yang disusun dan di bina dalam lingkungan selama atau masyarakat.

Sifat dari istilah seks tidak dapat diubah, sedangkan gender bisa, karena pengertian gender tidak semata-mata tentang genetik seseorang.

Seperti yang telah diterangkan diatas, laki-laki dapat saja mempunyai sifat feminin yang dominan, dan sebaliknya. Namun, seorang laki-laki tidak dapat mempunyai vagina dan wanita tidak dapat mempunyai penis.

Pengertian dan perbedaan gender dengan seks barangkali memang lebih rumit daripada yang anda pahami sekitar ini. Namun, urusan terpenting yang dapat kita lakukan ialah menghormati masing-masing seks dan identitas gender seseorang. Hal ini pun sudah dapat disampaikan untuk anak-anak dan remaja melewati pendidikan seksual.

Jika kita mengenal seseorang yang mengalami kendala untuk mengekspresikan atau menerima identitas gendernya, tidak boleh ragu guna menyarankannya berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Dengan begitu, ia dapat mendapatkan saran atau bahkan terapi andai memang diperlukan.

Identitas dan Peran Gender

Identitas gender merupakan identifikasi personal seseorang terhadap gender dan peran gender tertentu dalam masyarakat. Istilah perempuan dalam sejarah pemakaiannya tidak jarang kali ditafsirkan sebagai tubuh perempuan. Penggunaan itu kini di anggap kontroversial oleh sejumlah kalangan feminis.

Feminis mempertanyakan ide-ide berpengaruh yang ada tentang gender dan jenis kelamin biologis laksana jenis kelamin seseorang terbelenggu dengan peran sosial tertentu.

Filsuf Amerika Serikat, Judith Butler, menilai bahwa konsep perempuan mempunyai lebih tidak sedikit kesulitan yang bukan hanya dampak dari teknik pandang masyarakat terhadap perempuan sebagai sebuah kelompok sosial, namun pun sebagai definisi dan kesadaran diri, suatu identitas subjektif yang diselenggarakan atau dikonstruksi secara kultural.

Identitas sosial yakni identifikasi umum terhadap suatu perkumpulan orang atau sebuah kelompok sosial yang merangkai sebuah kebudayaan bareng di antara anggota-anggotanya.

Berdasarkan keterangan dari teori identitas sosial, suatu komponen urgen dari konsep diri berasal dari keanggotaan di dalam kumpulan dan kelompok sosial.

Hal tersebut ditunjukkan dalam proses kumpulan serta dalam bagaimana hubungan antarkelompok mempunyai pengaruh siginifikan terhadap persepsi dan perilaku seseorang.

Kelompok lantas menyediakan anggota-anggotanya dengan pengertian mengenai siapa diri mereka dan bagaimana mereka mesti berperilaku di dalam lingkungan sosial mereka.

Masyarakat di semua dunia menafsirkan perbedaan biologis antara lelaki dan perempuan untuk merangkai ekspektasi-ekspektasi sosial yang menilai perilaku mana saja yang “pantas” untuk pria dan untuk wanita.

Hal tersebut pun menilai perbedaan dari segi hak serta akses terhadap kepemilikan, jabatan dalam masyarakat, dan kesehatan.

Meskipun macam dan tingkat dari perbedaan-perbedaan itu bervariasi antara masyarakat satu dengan lainnya, pada umumnya lelaki lebih diuntungkan yang lalu menciptakan ketimpangan dan ketidaksetaraan gender terdapat di banyak sekali tempat.

Sistem norma dan keyakinan mengenai gender berbeda-beda dalam setiap kebudayaan dan tidak terdapat standar universal maskulin atau feminin yang berlaku untuk seluruh masyarakat.

Peran sosial lelaki dan perempuan berasal dari norma kebudayaan masyarakat tertentu yang merangkai sebuah sistem gender, yang pun mencakup pembedaan jenis kelamin dan pengutamaan sifat maskulin.

Filsuf Prancis, Michel Foucault, melafalkan bahwa sebagai subjek seksual, insan adalahobjek dari kekuasaan. Kekuasaan itu bukan berupa suatu lembaga atau struktur tetapi sebuah penanda atau nama yang dinamakan berasal dari “situasi strategis kompleks”.

Karena itulah, “kekuasaan” adalahapa yang menilai sifat, perilaku, dll. dari seseorang sedangkan masyarakat ialah bagian dari sebuah set nama dan label ontologi dan epistemologi.

Sebagai contoh, orang wanita digolongkan sebagai perempuan dan menciptakan orang tersebut ditafsirkan lemah, emosional, irasional, dan tidak dapat melakukan perbuatan “pria”.

Butler melafalkan bahwa gender dan seks lebih serupa kata kerja dikomparasikan kata benda. Butler berdalih bahwa perilaku yang ia kerjakan menjadi terbatas sebab ia wanita dan tidak dibolehkan untuk merangkai gender dan seksnya sendiri. Butler pun menuliskan bahwa urusan itu terjadi sebab gender dikendalikan secara politis dan sosial.

“Wanita” ditafsirkan bukan sebagai diri seseorang namun apa yang seseorang lakukan. “Salah satu kritik terhadap teori Butler ini menanggapi sikap Butler dalam memakai dikotomi gender yang terlampau konvensional.

Pengukuran Identitas Gender

Penelitian mula terhadap identitas gender mempunyai hipotesis bahwa dimensi maskulinitas-feminitas berada dalam sebuah model biner. Model itu mulai dipertanyakan seiring stereotipe pada masyarakat berubah yang lantas mengarah pada berkembangnya model dua dimensi.

Maskulinitas dan feminitas dicerminkan sebagai dua dimensi yang terpisah yang eksis secara bersamaan dengan nilai yang berbeda-beda untuk setiap orang. Konsep itu adalahstandar yang dipakai hingga kini.

Terdapat dua instrumen berpengaruh yang dipakai dalam riset identitas gender yakni Bem Sex Role Inventory (BSRI) dan Personal Attributes Questionnaire (PAQ).

Twenge (1997) melafalkan bahwa lelaki umumnya lebih maskulin daripada wanita sedangkan wanita lazimnya lebih feminin daripada pria. Akan tetapi, korelasi antara jenis kelamin biologis dan maskulinitas/feminitas ingin semakin berkurang.

Kesimpulan

Pemahaman tentang gender merupakan langkah penting menuju masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Dengan mengenali peran sosial dan budaya yang terlibat dalam konsep gender, kita dapat bekerja sama untuk mengatasi stereotip dan ketidaksetaraan yang masih ada.

Penting untuk terus mempromosikan kesetaraan gender agar setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi dalam masyarakat.

Demikianlah penjelasan tentang Gender dari RuangPengetahuan.Co.Id semoga bermanfaat dan menambah wawasan kalian, sampai jumpa.

Baca juga artikel lainnya :