BJ Habibie: Arsitek Bangsa, Jembatan Sains dan Demokrasi
Bacharuddin Jusuf Habibie, atau akrab disapa BJ Habibie, adalah salah satu putra terbaik bangsa yang dikenal sebagai seorang jenius, teknokrat ulung, dan presiden ketiga Republik Indonesia. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936, Habibie menorehkan jejak tak terhapuskan dalam sejarah Indonesia.
Visi Teknologi dan "Faktor Habibie"
Kecerdasan Habibie sudah terlihat sejak dini. Ia menempuh pendidikan tinggi di Jerman, mendalami bidang konstruksi pesawat terbang. Keahliannya diakui dunia internasional dengan penemuan "Faktor Habibie" dalam termodinamika, sebuah rumus yang krusial dalam dunia penerbangan. Mimpinya adalah menjadikan Indonesia negara maju yang mandiri di bidang teknologi. Ia memimpin IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia) dan berhasil melahirkan pesawat N-250 Gatotkaca, bukti nyata kemampuan anak bangsa dalam merancang dan membangun pesawat sendiri.
Masa Kepresidenan yang Krusial
Pada tahun 1998, di tengah badai krisis multidimensional dan transisi politik pasca-reformasi, BJ Habibie menjabat sebagai Presiden RI. Meski masa kepemimpinannya sangat singkat (1998-1999), dampaknya sungguh fundamental. Ia mengambil langkah berani dengan membuka keran demokrasi, membebaskan pers, menyelenggarakan Pemilu multipartai yang jujur dan adil, serta mempersiapkan fondasi bagi pemberantasan korupsi. Keputusan sulit terkait jajak pendapat di Timor Timur juga diambilnya, menunjukkan keberanian dalam menentukan arah bangsa.
Warisan Sang Visioner
BJ Habibie bukan hanya seorang ilmuwan atau politikus; ia adalah simbol optimisme, kecerdasan, dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Ia membuktikan bahwa Indonesia mampu bersaing di kancah global melalui penguasaan teknologi. Warisan terbesarnya adalah fondasi bagi Indonesia yang lebih modern, demokratis, dan berdaya saing. Ia adalah arsitek yang membangun jembatan antara visi sains dan praktik demokrasi, meninggalkan inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berkarya demi kemajuan bangsa.
