Bukan Darah, Tapi Kinerja: Mengapa Nepotisme Meracuni Organisasi
Nepotisme, praktik kuno yang masih sering kita jumpai, adalah tindakan memberikan perlakuan istimewa atau posisi kepada anggota keluarga atau teman dekat, tanpa mempertimbangkan kualifikasi, pengalaman, atau meritokrasi yang seharusnya menjadi dasar. Sekilas, praktik ini mungkin terlihat sebagai bentuk kesetiaan atau dukungan, namun dibaliknya tersimpan dampak destruktif yang serius bagi organisasi mana pun.
Bahaya utama nepotisme terletak pada kemampuannya mengikis fondasi keadilan dan efisiensi. Ketika posisi kunci diisi oleh individu yang kurang kompeten hanya karena ikatan keluarga, bukan karena kemampuan, kualitas pekerjaan akan menurun. Inovasi terhambat, pengambilan keputusan menjadi bias, dan potensi maksimal organisasi tidak akan pernah tercapai.
Lebih dari itu, nepotisme merusak moral karyawan. Mereka yang bekerja keras, berdedikasi, dan memiliki kualifikasi tinggi akan merasa frustrasi dan tidak dihargai ketika melihat promosi atau kesempatan justru jatuh ke tangan orang yang tidak selayaknya. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, memicu demotivasi, dan pada akhirnya menyebabkan talenta-talenta terbaik memilih untuk pergi. Kepercayaan publik dan internal pun terkikis, merusak reputasi jangka panjang organisasi.
Maka, jelas bahwa nepotisme bukanlah jalan pintas menuju kesuksesan, melainkan jebakan yang meracuni DNA organisasi. Untuk membangun lingkungan yang kuat, inovatif, dan berintegritas, setiap entitas harus berani menempatkan kinerja dan kompetensi di atas segalanya. Hanya dengan menjunjung tinggi meritokrasi, potensi sejati dapat berkembang dan kemajuan berkelanjutan dapat diraih.