Kejahatan berbasis gender

Senyap Namun Nyata: Luka Akibat Kejahatan Berbasis Gender

Kejahatan berbasis gender bukanlah sekadar tindak kriminal biasa. Ia adalah bentuk kekerasan yang berakar pada ketidaksetaraan kekuasaan dan norma gender patriarkis, di mana korban ditargetkan semata-mata karena identitas atau ekspresi gender mereka. Ini adalah luka sosial yang sering tersembunyi, namun dampaknya nyata dan menghancurkan.

Wujudnya beragam, mulai dari kekerasan fisik dan seksual (seperti pelecehan, pemerkosaan, KDRT), kekerasan psikologis (intimidasi, pengucilan), hingga kekerasan ekonomi (penelantaran, eksploitasi). Fenomena yang lebih ekstrem meliputi pemaksaan perkawinan anak, mutilasi alat kelamin perempuan (FGM), hingga pembunuhan berbasis gender (femicide). Ini bukan kejahatan acak; motifnya seringkali adalah keinginan untuk mendominasi, mengontrol, atau menghukum individu yang dianggap "menyimpang" dari peran gender yang diharapkan.

Dampak kejahatan ini sangat mendalam. Selain trauma fisik dan psikis yang berkepanjangan, para korban seringkali menghadapi stigmatisasi, isolasi sosial, dan kesulitan mengakses keadilan. Mereka mungkin hidup dalam ketakutan, kehilangan kemandirian, dan hak-hak asasinya terenggut. Bagi masyarakat, kejahatan berbasis gender melanggengkan ketidaksetaraan dan menghambat kemajuan.

Mengakhiri lingkaran kekerasan ini membutuhkan upaya kolektif. Peningkatan kesadaran, pendidikan tentang kesetaraan gender sejak dini, penguatan kerangka hukum, serta penyediaan sistem dukungan yang aman dan inklusif bagi korban adalah kuncinya. Hanya dengan mengakui keberadaan dan dampaknya, kita bisa bergerak menuju dunia yang bebas dari kekerasan, di mana setiap individu, apapun gendernya, dapat hidup aman, bermartabat, dan setara.

Exit mobile version