Pengertian Wakaf : Dasar Hukum, Unsur, Jenis dan Syaratnya

Pengertian Wakaf – Anda tentu sering menyaksikan atau mendengar kata wakaf, contohnya barangkali Anda pernah menyaksikan sebidang tanah atau masjid dengan papan artikel “Tanah ini ialah Tanah Wakaf”, “Masjid ini diwakafkan oleh”, atau “Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Hibah”.

Wakaf seringkali ditafsirkan secara sempit sebagai salah satu format sumbangan sedekah. Namun sebenarnya wakaf mempunyai pengertian yang luas.

Sebelum membicarakan lebih lanjut, usahakan kita kenali dulu definisi kata tersebut. Sebagai sebuah istilah hukum dalam Islam, wakaf mempunyai perbedaan yang lumayan jelas dikomparasikan dengan zakat atau infak.

Pengertian Wakaf

Pengertian wakaf ialah perbuatan hukum wakif (orang wakaf) untuk mengasingkan dan atau memberikan sebagian hartanya baik secara permanen atau guna jangka masa-masa tertentu. Wakaf adalah perbuatan hukum yang pastinya mempunyai unsur-unsur dan dasar hukum dalam menjalankannya.

Pengertian wakaf ini juga diterangkan oleh beberapa berpengalaman ulama fikih. Penjelasan dari sejumlah ulama fikih tentunya menolong lebih mengetahui pengertian dari wakaf tersebut.

Biasanya wakaf menyerahkan berupa tanah kosong atau bangunan jadi yang diperuntukkan untuk masyarakat sekitarnya. Beberapa misal wakaf laksana tanah perkebunan, masjid, atau tanah kosong.

Singkatnya, definisi wakaf ini ialah amal jariah. Pemberian ini tergolong sedekah jariah, yang dimana, tidak putus pahalanya sekitar terus bermanfaat untuk orang banyak. Meski tidak wajib, ajakan wakaf tertera pada Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 92:

“Kamu sekali-kali tidak hingga kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum anda menafkahkan sebahagian harta yang anda cintai. Dan apa saja yang anda nafkahkan maka bahwasannya Allah mengetahuinya.” [QS. Ali Imran: 92].

Secara sederhana, definisi wakaf ialah amalan yang luar biasa. Wakaf tergolong sedekah jariyah, yang dimana tidak putus pahalanya sekitar terus memberikan guna untuk tidak sedikit orang.

Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Kata “Waqafa” berarti menyangga atau berhenti atau diam di lokasi atau tetap berdiri”.

Pengertian Wakaf Menurut Ahli Fikih

Berikut merupakan definisi wakaf menurut beberapa para ahli fikih:

1. Abu Hanifah

Berdasarkan keterangan dari Abu Hanifah, definisi wakaf ialah menahan sebuah benda yang menurut keterangan dari hukum, tetap di wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya guna kebajikan.

Berdasarkan pengertian itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibetulkan menariknya pulang dan ia boleh menjualnya.

Jika si wakif wafat, harta itu menjadi harta warisan buat berpengalaman warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”.

Oleh sebab tersebut mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf ialah : “Tidak mengerjakan suatu perbuatan atas sebuah benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya untuk suatu pihak kebaikan (sosial), baik kini maupun bakal datang”.

2. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki berasumsi bahwa wakaf tersebut tidak mencungkil harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, tetapi wakat tersebut menangkal wakif mengerjakan tindakan yang dapat mencungkil kepemilikannya atas harta tersebut untuk yang beda dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh unik kembali wakafnya.

Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk dipakai oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya tersebut berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya guna dapat dipakai seperti mewakafkan uang.

3. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal

Pengertian walah berikutnya diterangkan menurut keterangan dari Mazhab Syafi’I dan Ahmad bin Hambal.

Syafi’i dan Ahmad berasumsi bahwa wakaf ialah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, sesudah sempurna formalitas perwakafan.

Jika wakif wakaf, harta yang diwakafkan itu tidak bisa diwarisi oleh warisnya. Wakif menyalurkan guna harta yang diwakafkannnya untuk mauquf’alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat tidak mengizinkan penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa supaya memberikannya untuk mauquf’alaih.

Dasar Hukum Wakaf

Secara umum tidak ada ayat al-Qur’an yang menjelaskan konsep wakaf secara jelas. Wakaf ialah infaq fi sabilillah, maka dasar yang dipakai para ulama dalam menjelaskan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menyatakan tentang infaq fi sabilillah.

Para faqih berasumsi hukum wakaf ialah mandub (mustahab), yakni suatu tindakan yang diberi pahala untuk pelakunya, namun tidak dijatuhi sanksi untuk yang meninggalkannya.

Sumber masyru’ (legitimasi) wakaf dan sejarahnya dalam Islam ialah Al-Quran, Sunnah dan respons sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW.

Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum wakaf merupakan:

Surat Ali-Imran ayat 92, yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak hingga kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum anda menafkahkan sebahagian harta yang anda cintai. Dan apasaja yang kamunafkahkan, maka bahwasannya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran: 92)

Surat Al-Baqarah ayat 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) beberapa dari hasil usahamu yang baik-baik dan beberapa dariapa yang Kami keluarkan dari bumi guna kamu”. (QS. Al-Baqarah: 267).

Surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “Dan tolong-menolonglah anda dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan tidak boleh tolong-menolong dalam melakukan dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah anda kepada Allah, bahwasannya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah: 2).

Unsur-unsur Wakaf

Wakaf adalah suatu perbuatan hukum yang ditujukan untuk kepentingan umum dengan mengikhlaskan suatu harta atau barang tetap.

Unsur-unsur wakaf melibatkan pemisahan kepemilikan dan peruntukan harta atau barang untuk kepentingan umum. Berikut adalah unsur-unsur utama dari wakaf:

1. Al-Mawquf ‘Alaih (Harta atau Barang yang Diniatkan)

Unsur pertama wakaf adalah adanya harta atau barang yang diniatkan sebagai wakaf. Harta atau barang ini dapat berupa tanah, bangunan, uang, atau benda-benda lainnya.

2. Al-Waqif (Pewakaf)

Pewakaf adalah pihak yang melakukan perbuatan wakaf. Pewakaf dapat berupa individu, lembaga, atau kelompok yang melakukan ikrar atau niat untuk menghadiahkan harta atau barang tersebut demi kepentingan umum.

3. Al-Mawquf ‘Alaih Li al-Mashlaha al-‘Amma (Diniatkan untuk Kepentingan Umum)

Harta atau barang yang diwakafkan harus diniatkan untuk kepentingan umum atau kesejahteraan masyarakat. Tujuan wakaf harus sesuai dengan nilai-nilai Islam dan prinsip keadilan sosial.

4. Al-Istithmar (Pemanfaatan)

Unsur ini menunjukkan bahwa harta atau barang yang diwakafkan harus dimanfaatkan atau dioperasikan untuk kepentingan umum. Pemanfaatan ini bisa berupa penyewaan, pengelolaan, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang menghasilkan manfaat.

5. Al-Ma’lum (Yang Diketahui)

Unsur ini mengacu pada pengetahuan yang jelas tentang jenis, jumlah, dan lokasi harta atau barang wakaf. Informasi ini harus jelas agar wakaf dapat dikelola dengan baik.

6. Al-Balwa (Pemilikan Abadi)

Wakaf harus bersifat pemilikan abadi atau langgeng. Ini berarti bahwa harta atau barang yang diwakafkan tidak dapat dijual, dipindahtangankan kepemilikannya, atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

7. Al-Qubul (Penerimaan oleh Penerima Wakaf)

Wakaf harus diterima oleh penerima wakaf yang bertanggung jawab untuk mengelola dan memanfaatkannya sesuai dengan tujuan wakaf. Penerima wakaf dapat berupa individu, lembaga, atau otoritas pemerintah yang sah.

8. Al-Ijbar (Akad atau Perbuatan Hukum)

Unsur ini menunjukkan bahwa wakaf harus disertai dengan akad atau perbuatan hukum yang sah, seperti ikrar atau pernyataan yang menunjukkan niat pewakaf untuk menghadiahkan harta atau barang tersebut.

Wakaf adalah bentuk amal kebajikan dalam Islam yang bertujuan untuk kesejahteraan umum. Ketika semua unsur-unsur tersebut terpenuhi, wakaf dapat berfungsi sebagai instrumen sosial dan ekonomi yang berkelanjutan, memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas.

Jenis-jenis Wakaf

Pengertian wakaf ialah amal jariah, yang dimana jenis wakaf menurut keterangan dari Ahmad Azhar Basyir wakaf dipecah menjadi dua, yakni sebagai berikut:

1. Wakaf Ahli (Keluarga atau Khusus)

Wakaf berpengalaman ialah wakaf yang ditujukan untuk orang orang tertentu, seorang atau lebih. Baik family wakif atau bukan. Misal: “mewakafkan buku-buku guna anak-anak yang dapat mempergunakan, lantas cucu-cucunya.”

Wakaf semacam ini di anggap sah dan yang berhak merasakan harta wakaf ialah mereka yang ditunjuk dalam pengakuan wakaf.

2. Wakaf Khairi atau Wakaf Umum

Wakaf khairi merupakan wakaf yang semenjak semula ditujukan guna kepentingan umum, tidak diutamakan untuk orang-orang tertentu.

Wakaf khairi ini sejalan dengan jiwa amalan wakaf yang amat digembirakan dalan doktrin Islam, yang ditetapkan bahwa pahalanya bakal terus mengalir, hingga bila waqif sudah meninggal, selagi harta wakaf masih tetap dapat dipungut manfaatnya.

Wakaf ini bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas dan bisa adalahsalah satu sarana untuk mengadakan kesejahteraan masyarakat, baik dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan.

Syarat-syarat Wakaf

Syarat wakaf ini dipecah menjadi tiga yaitu syarat orang yang berwakaf, kriteria harta yang diwakafkan dan kriteria pengamalan wakaf.

1. Syarat-syarat Orang yang Berwakaf (al-Waqif)

Adapun kriteria-syarat al-waqif terdapat empat yakni sebagai berikut:

Memiliki secara sarat harta, dengan kata lain dia merdeka guna mewakafkan harta tersebut kepada sesiapa yang ia kehendaki.Orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Baligh orang yang mampu beraksi secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah memori tidak sah mewakafkan hartanya.

2. Syarat-syarat Harta yang Diwakafkan (al-Mauquf)

Harta yang diwakafkan tersebut tidak sah dipindahmilikkan, kecuali bilamana ia memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan oleh:

Barang yang diwakafkan tersebut harus barang yang berharga,Harta yang diwakafkan tersebut harus diketahui kadarnya. Jadi bilamana harta tersebut tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan kepunyaan pada ketika tersebut tidak sah, Harta yang diwakafkan tersebut pasti dipunyai oleh orang yang berwakaf (wakif), Berdiri sendiri, dengan kata lain tidak melekat untuk harta beda (mufarrazan) atau disebut pun dengan istilah (ghaira shai’).

3. Syarat Pelaksanaan Wakaf

Wakaf ialah amalan yang tentunya mesti diisi syarat-syaratnya. Pelaksanaan wakaf dirasakan sah bilamana terpenuhi kriteria-syarat, yaitu:

  • Wakaf mesti orang yang sepenuhnya menguasai sebagai empunya benda yang bakal diwakafkan. Si Wakif itu harus mukallaf (akil baligh) dan atas kehendak sendiri.
  • Benda yang bakal diwakafkan mesti kekal dzatnya, berarti saat timbul manfaatnya dzat barang tidak rusak. Harta wakaf hendaknya dilafalkan dengan cerah dan jelas untuk siapa dan guna apa diwakafkan.
  • Penerima wakaf mestilah orang yang berhak mempunyai sesuatu, maka tidak sah wakaf untuk hamba sahaya.
  • Ikrar wakaf ditetapkan dengan jelas baik dengan lisan maupun tulisan.
  • Dilakukan secara tunai dan tidak terdapat khiyar (pilihan) sebab wakaf berarti mengalihkan wakaf pada masa-masa itu. Jadi, pergantian hak terjadi pada ketika ijab qobul ikrar wakaf oleh wakif untuk nadzir sebagai penerima benda wakaf.

Demikianlah penjelasan tentang Wakaf dari RuangPengetahuan.Co.Id semoga bermanfaat dan menambah wawasan kalian, sampai jumpa.

Baca juga artikel lainnya :